468 x 60
News Update :
Home » » CONTOH KASUS-KASUS PENAGIHAN PAJAK

CONTOH KASUS-KASUS PENAGIHAN PAJAK

Penulis : Newbie Original on 20 Desember 2010 | 12.11

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukamulih menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Nomor 000010/207/08/622/09 tanggal 20 Nopember 2009 dengan nilai Rp350.000.000,00. Atas nilai SKPKB tersebut keseluruhannya tidak disetujui oleh Wajib Pajak dan oleh Wajib Pajak padatanggal 15 Januari 2010 diajukan upaya hukum berupa keberatan. Pada bulan Februari 2009 terdapat informasi bahwa Wajib Pajak akan membubarkan usahanya.
a. atas SKPKB tersebut, upaya apa yang dapat dilakukan KPP untuk mengamankan target penerimaan perpajakan?
b. resiko-resiko apa yang dapat timbul terkait dengan permasalahan diatas, dan menurut Saudara bagaimana meminimalisir resiko-resiko tersebut?

LANDASAN TEORI :
Pasal 25 ayat (7) UU KUP
“Dalam hal WP mengajukan keberatan, jangka waktu pelunasan pajak sebagaimanadimaksud dalam pasal 9 ayat (3) atau ayat (3A) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh 1 bulan sejak sejak tanggal penerbitan SK Keberatan”

Pasal 6 ayat (1) UU PPSP
“Jurusita Pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran berdasarkan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus yang diterbitkan oleh Pejabat apabila :
a) Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu;
b) Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c) terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan badan usahanya, atau menggabungkan usahanya, atau memekarkan usahanya, atau memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau dikuasainya, atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d) badan usaha akan dibubarkan oleh Negara; atau
e) terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga atau
f) terdapat tanda tanda kepailitan.

Pasal 14 PMK-24/PMK.03/2008
Penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus oleh Pejabat dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a) diterbitkan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran;
b) diterbitkan tanpa didahului Surat Teguran;
c) diterbitkan sebelum jangka waktu 21 (dua puluh satu) hari sejak Surat Teguran diterbitkan;atau
d) diterbitkan sebelum penerbitan Surat Paksa.

PENYELESAIAN KASUS :

Berdasarkan pasal 6 UU PPSP, meskipun pajak yang tercantum dalam dasar penagihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 UU KUP yang dalam hal ini SK Keberatan (Karena WP mengajukan keberatan) belum jatuh tempo berdasarkan pasal 26 ayat (7), tetapi terhadap wajib pajak tersebut dapat diterbitkan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus sesuai dengan pasal 14 PMK-24/PMK.03/2008 dengan kondisi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 huruf (d) UU PPSP, yakni WP akan melakukan pembubaran badan usaha. Atas dasar SPPSS tersebut, KPP dapat langsung menerbitkan Surat Paksa (Pasal 8 UU PPSP) untuk mengamankan target penerimaan negara.

Risiko-risiko yang dapat timbul :
1. risiko :
WP telah memindahtangankan asset yang dimiliki atau dikuasai sebelum informasi WP akan membubarkan badan usaha;
-Cara untuk meminimalisasi :
Peran AR di KPP sangat dibutuhkan di sini untuk menggali informasi, baik internal maupun eksternal, atas WP-Wpnya, terlebih WPnya yang sedang bersengketa dengan DJP sehingga aktivitas WP sedikit banyak terpantau.
2. risiko :
Informasi atas WP akan membubarkan badan usaha ternyata tidak benar, dan WP melakukan gugatan ke Pengadilan Pajak.
-Cara untuk meminimalisasi : Telaah informasi terlebih dahulu dan yakinkan dengan bukti-bukti memadai sehingga validitas informasi menjadi dapat dipercaya serta teruji kebenarannya.
3. Keberatan wajib pajak diterima dan asset-asset yang telah disita telah dilelang.
-Cara untuk meminimalisasi : Sebaiknya asset yang telah disita jangan dulu dilelang, tunggulah sampai ada putusan keberatan. Tindakan penyitaan hanyalah tindakan pengamanan serta jaminan lunasnya utang pajak. Lagipula, menurut KUP yang baru, pajak sebagaimana dalam kasus di atas belum menjadi utang pajak sampai dengan SK keberatan diterbitkan.

2. Jurusita Pajak KPP Madya Sekarbumi sedang melakukan penagihan pajak atas utang pajak PT QBU sebesar Rp1,5 milyar rupiah. Jurusita Pajak memberitahukan Surat Paksa kepada orang yang dijumpai dipabrik PT QBU, tanpa menanyakan identitasnya terlebih dahulu. Atas pelaksanaan Surat Paksa tersebut Jurusita melakukan pemblokiran rekening Wajib Pajak yang terdapat di Bank Amoy. Wajib Pajak melakukan gugatan atas pelaksanaanya Surat Paksa tersebut kepada Pengadilan Negeri. Mencermati kasus di atas, menurut Saudara prosedur – prosedur apa yang tidak sesuai dengan ketentuan legal formal perpajakan dan bagaimana prosedur seharusnya? jelaskan

Pasal 18 PMK-24/PMK.03/2008
Surat paksa terhadap badan diberitahukan oleh Jurusita Pajak kepada:
PERSEROAN TERBTAS
BADAN USAHA YAYASAN PEGAWAI TETAP LAINNYA
BENTUK USAHA TETAP
pengurus meliputi Direksi, Komisaris, Pemegang saham pengendali atau mayoritas untuk perseroan terbuka, pemegang saham untuk perseroantertutup, dan orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perseroan pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d. ketua atau orang
yang melaksanakan dan mengendalikan serta bertanggung jawab atas yayasan direktur, pemilik modal, atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan,dan,mengendalikan,serta bertanggung, jawab atas perusahaan kepala perwakilan, kepala cabang, atau penanggung

PENYELESAIAN KASUS :
PASAL 23 AYAT 2 UU KUP
“Wajib Pajak dapat mengajukan pelaksanaan surat paksa yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan posedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan HANYA kepada Badan Peradilan Pajak (Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2002, BPSP à Pengadilan Pajak)

PROSEDUR YANG SALAH :
1. Pemberitahuan Surat Paksa kepada orang yang dijumpai di Pabrik tanpa menanyakan identitasnya
2. bisa berarati: Melakukan Pemblokiran terhadap harta kekayaan WP pada Bank Amoy (dalam hal SPMP belum diterbitkan)
3. WP mengajukan gugatan kepada Pengadilan Neegeri Untuk WP badan, Jurusita pajak harus
memberitahukan kepada pengurus sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 huruf a PMK-24/PMK.03/2008 atau dalam hal tidak ada, dapat oleh pegawai tetap. Artinya, pihak yang harus diberitahu oleh
JSP mengenai Surat Paksa sudah ditentukan. JSP tidak boleh asal memberitahukan SP. Pasal 3 ayat (1) KMK.563/KMK.04/2000: Pemblokiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) diajukan oleh Pejabat kepada pimpinan bank tempat harta kekayaan Penanggung Pajak tersimpan disertai dengan salinan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.Oleh karena itu, dalam hal terhadap wajib pajak belum diterbitkan SPMP, JSP belum boleh untuk melakukan tindakan pembloiran. Tunggulah sampai SPMP Diterbitkan oleh pejabat.

PASAL 23 AYAT 2 UU KUP
“Wajib Pajak dapat mengajukan pelaksanaan surat paksa yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan posedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan HANYA kepada Badan Peradilan Pajak (Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 2002, BPSP à Pengadilan Pajak) Yang perlu ditegaskan adalah, pemblokiran diajukan oleh Kepala KPP kepada pimpinan
tempat harta kekayaan PP tersimpan (Bank Amoy).


Read more »
TATA TERTIB PENGUNJUNG
- Budayakan berkomentar setelah membaca Artikel
- Berkomentar yang sopan/no SARA
- Gunakan kolom komentar Blogger, jika ingin komentar ditanggapi/balas
- Jika menggunakan kolom komentar FB, komentar tidak akan ditanggapi/balas
- Silahkan yang mau membuat backlink/link hidup di komentar
Copyright by Newbie Original
Comments
0 Comments

Posting Komentar

 
KOLONG JEMBATAN
Copyright © 2013. Computer Error .
Powered by Blogger